Senin, 09 Februari 2015

Pengakuan kedaulatan Indonesia

Konferensi Meja Bundar
Bahasa BelandaRonde Tafel Conferentie
{{{image_alt}}}
Konferensi Meja Bundar
Dirancang23 Agustus 1949
Ditandatangani2 November 1949
LokasiDen HaagBelanda
Berlaku27 Desember 1949 (Penyerahan Kedaulatan)
Syarat
  • Kerajaan Belandamenyerahkan kedaulatan atas Indonesia yang sepenuhnya kepadaRepublik Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat lagi dan tidak dapat dicabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
  • Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinya; rancangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Kerajaan Belanda.
Penandatangan

Pihak

PenyimpanKerajaan Belanda
BahasaBelanda
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus hingga 2 November1949 antara perwakilan Republik IndonesiaBelanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.[1] Sebelum konferensi ini, berlangsung tiga pertemuan tingkat tinggi antara Belanda dan Indonesia, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan Perjanjian Roem-Royen (!949). Konferensi ini berakhir dengan kesediaan Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati dan perjanjian Renville. Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan resolusi yang mengecam serangan militer Belanda terhadap tentara Republik di Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintah Republik. Diserukan pula kelanjutan perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara dua pihak.[2]
Menyusul Perjanjian Roem-Royen pada 6 Juli, yang secara efektif ditetapkan oleh resolusi Dewan Keamanan, Mohammad Roemmengatakan bahwa Republik Indonesia, yang para pemimpinnya masih diasingkan di Bangka, bersedia ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar untuk mempercepat penyerahan kedaulatan.[3]
Pemerintah Indonesia, yang telah diasingkan selama enam bulan, kembali ke ibukota sementara di Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Demi memastikan kesamaan posisi perunndingan antara delegasi Republik dan federal, dalam paruh kedua Juli 1949 dan sejak 31 Juli–2 Agustus, Konferensi Inter-Indonesia diselenggarakan di Yogyakarta antara semua otoritas bagian dari Republik Indonesia Serikat yang akan dibentuk. Para partisipan setuju mengenai prinsip dan kerangka dasar untuk konstitusinya.[4] Menyusul diskusi pendahuluan yang disponsori oleh Komisi PBB untuk Indonesia di Jakarta, ditetapkan bahwa Konferensi Meja Bundar akan digelar di Den Haag.

Negosiasi[sunting | sunting sumber]

Perundingan menghasilkan sejumlah dokumen, di antaranya Piagam Kedaulatan, Statuta Persatuan, kesepakatan ekonomi serta kesepakatan terkait urusan sosial dan militer.[5] Mereka juga menyepakati penarikan mundur tentara Belanda "dalam waktu sesingkat-singkatnya", serta Repbulik Indonesia Serikat memberikan status bangsa paling disukai kepada Belanda. Selain itu, tidak akan ada diskriminasi terhadap warga negara dan perusahaan Belanda, serta Republik bersedia mengambil alih kesepakatan dagang yang sebelumnya dirundingkan oleh Hindia Belanda.[6] Akan tetapi, ada perdebatan dalam hal utang pemerintah kolonial Belanda dan statusPapua Barat.
J.H. Maarseveen, Sultan Hamid II dan Mohammad Hatta menandatangani Perjanjian Meja Bundar, 2 November 1949
Perundingan mengenai utang luar negeri pemerintah kolonial Hindia Belanda berlangsung berkepanjangan, dengan masing-masing pihak menyampaikan perhitungan mereka dan berpendapat mengenai apakah Indonesia Serikat mesti menanggung utang yang dibuat oleh Belanda setelah mereka menyerah kepada Jepang pada 1942. Delegasi Indonesia terutama merasa marah karena harus membayar biaya yang menurut mereka digunakan oleh Belanda dalam tindakan militer terhadap Indonesia. Pada akhirnya, berkat intervensi anggota AS dalam komisi PBB untuk Indonesia, pihak Indonesia menyadari bahwa kesediaan membayar sebagian utang Belanda adalah harga yang harus dibayar demi memperoleh kedaulatan. Pada 24 Oktober, delegasi Indonesia setuju untuk menanggung sekitar 4,3 miliar gulden utang pemerintah Hindia Belanda.[7]
Permasalahan mengenai Papua Barat juga hampir menyebabkan pembicaraan menjadi buntu. Delegasi Indonesia berpendapat bahwa Indonesia harus meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda. Di pihak lain, Belanda menolak karena mengklaim bahwa Papua Barat tidak memiliki ikatan etnik dengan wilayah Indonesia lainnya.[8] Meskipun opini publik Belanda yang mendukung penyerahan Papua Barat kepada Indonesia, kabinet Belanda khawatir tidak akan dapat meratifikasi Perjanjian Meja Bundar jika poin ini disepakati.[9] Pada akhirnya, pada awal 1 November 1949 suatu kesepakatan diperoleh, status Papua Barat akan ditentukan melalui perundingan antara Indonesia Serikat dengan Belanda dalam waktu satu tahun setelah penyerahan kedaulatan.[10]

Hasil[sunting | sunting sumber]

Konferensi secara resmi ditutup di gedung parlemen Belanda pada 2 November 1949. Kedaulatan diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat pada 27 December 1949.[11] Isi perjanjian konferensi adalah sebagai berikut:
  1. Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
  2. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland.
  3. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949
—Rantjangan Piagam Penjerahan Kedaulatan.[12]
Keterangan tambahan mengenai hasil tersebut adalah sebagai berikut:
  • Serahterima kedaulatan atas wilayah Hindia Belanda dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serah terima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.[13][14][15][16]
  • Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan pemimpin kerajaan Belanda sebagai kepala negara
  • Pengambilalihan utang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat

Dampak[sunting | sunting sumber]

Tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri, yang membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara bagian dan merupakan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.
Tanggal penyerahan kedaulatan oleh Belanda ini juga merupakan tanggal yang diakui oleh Belanda sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Barulah sekitar enam puluh tahun kemudian, tepatnya pada 15 Agustus 2005, pemerintah Belanda secara resmi mengakui bahwa kemerdeekaan de facto Indonesia bermula pada 17 Agustus 1945. Dalam sebuah konferensi di Jakarta, Perdana Menteri Belanda Ben Bot mengungkapkan "penyesalan sedalam-dalamnya atas semua penderitaan" yang dialami rakyat Indonesia selama empat tahun Revolusi Nasional, meski ia tidak secara resmi menyampaikan permohonan maaf. Reaksi Indonesia kepada posisi Belanda umumnya positif; menteri luar negeri IndonesiaHassan Wirayuda mengatakan bahwa, setelah pengakuan ini, "akan lebih mudah untuk maju dan memperkuat hubungan bilateral antara dua negara".[17]
Tekait utang Hindia-Belanda, Indonesia membayar sebanyak kira-kira 4 miliar gulden dalam kurun waktu 1950-1956 namun kemudian memutuskan untuk tidak membayar sisanya.[18]

Sejarah Indonesia Di Jajah Oleh Jepang

Sejarah negara Indonesia di jajah Jepang
Setelah sebelumnya saya menceritakan Sejarah Penjajahan Belanda di Indonesia, maka pada kesempatan kali ini saya akan membahas Sejarah Penjajahan Jepang di Indonesia. Walaupun hanya 3,5 tahun menjajah Indonesia, namun Jepang lebih sangat kejam dan keji daripada Belanda. Baiklah untuk selanjutnya mari kita simak ulasan mengenai Sejarah Penjajahan Jepang di Indonesia berikut ini :
Sejarah Penjajahan Jepang di Indonesia
Sejarah Penjajahan Jepang di Indonesia
1. Masuknya Jepang ke Wilayah Indonesia
Sebagai negara fasis-militerisme di Asia, Jepang sangat kuat, sehingga meresahkan kaum pergerakan nasional di Indonesia. Dengan pecahnya Perang Dunia II, Jepang terjun dalam kancah peperangan itu. Di samping itu, terdapat dugaan bahwa suatu saat akan terjadi peperangan di Lautan Pasifik. Hal ini didasarkan pada suatu analisis politik. Adapun sikap pergerakan politik bangsa Indonesia dengan tegas menentang dan menolak bahwa fasisme sedang mengancam dari arah utara. Sikap ini dinyatakan dengan jelas oleh Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
Sementara itu di Jawa muncul Ramalan Joyoboyo yang mengatakan bahwa pada suatu saat pulau Jawa akan dijajah oleh bangsa kulit kuning, tetapi umur penjajahannya hanya "seumur jagung". Setelah penjajahan bangsa kulit kuning itu lenyap akhirnya Indonesia merdeka. Ramalan yang sudah dipcrcaya oleh rakyat ini tidak disia-siakan oleh Jepang, bahkan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga kedatangan Jepang ke Indonesia dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar saja.
Pada tanggal 8 Desember 1941 pecah perang di Lautan Pasifik yang melibatkan Jepang. Melihat keadaan yang semakin gawat di Asia, maka penjajah Belanda harus dapat menentukan sikap dalam menghadapi bahaya kuning dari Jepang.
Sikap tersebut dipertegas oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jhr. Mr. A.W.L. Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer dengan mengumumkan perang melawan Jepang. Hindia Belanda termasuk ke dalam Front ABCD (Amerika Serikat, Brittania/Inggris, Cina, Dutch/Belanda) dengan Jenderal Wavel (dari Inggris) sebagai Panglima Tertinggi yang berkedudukan di Bandung.
Angkatan perang Jepang begitu kuat, sehingga Hindia Belanda yang merupakan benteng kebanggaan Inggris di daerah Asia Tenggara akhirnya jatuh ke tangan pasukan Jepang. Peperangan yang dilakukan oleh Jepang di Asia Tenggara dan di Lautan Fasifik ini diberi nama Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik. Dalam waktu yang sangat singkat, Jepang telah dapat menguasai daerah Asia Tenggara seperti Indochina, Muangthai, Birma (Myanmar), Malaysia, Filipina, dan In¬donesia. Jatuhnya Singapura ke tangan Jepang pada tanggal 15 Pebruari 1941, yaitu dengan ditenggelamkannya kapal induk Inggris yang bernama Prince of Wales dan HMS Repulse, sangat mengguncangkan pertahanan Sekutu di Asia. Begitu pula satu persatu komandan Sekutu meninggalkan Indone¬sia, sampai terdesaknya Belanda dan jatuhnya Indonesia ke tangan pasukan Jepang. Namun sisa-sisa pasukan sekutu di bawah pimpinan Karel Door¬man (Belanda) dapat mengadakan perlawanan dengan pertempuran di Laut Jawa, walaupun pada akhirnya dapat ditundukkan oleh Jepang.
Secara kronologis serangan-serangan pasukan Jepang di Indonesia adalah sebagai berikut: diawali dengan menduduki Tarakan (10 Januari 1942), kemu-dian.Minahasa, Sulawesi, Balikpapan, dan Arnbon. Kemudian pada bulan Pebruari 1942 pasukan Jepang menduduki Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang, dan Bali.
Pendudukan terhadap Palembang lebih dulu oleh Jepang mempunyai arti yang sangat penting dan strategis, yaitu untuk memisahkan antara Batavia yang menjadi pusat kedudukan Belanda di Indonesia dengan Singapura sebagai pusat kedudukan Inggris. Kemudian pasukan Jepang melakukan serangan ke Jawa dengan mendarat di daerah Banten, Indramayu, Kragan (antara Rembang dan Tuban). Selanjutnya menyerang pusat kekuasaan Belan¬da di Batavia (5 Maret 1942), Bandung (8 Maret 1942) dan akhirnya pasukan Belanda di Jawa menyerah kepada Panglima Bala Tentara Jepang Imamura di Kalijati (Subang, 8 Maret 1942). Dengan demikian, seluruh wilayah Indo¬nesia telah menjadi bagian dari kekuasaan penjajahan Jepang
2. Penjajah Jepang di Indonesia
Bala Tentara Nippon adalah sebutan resmi pemerintahan militer pada masa pemerintahan Jepang. Menurut UUD No. 1 (7 Maret 1942), Pembesar Bala Tentara Nippon memegang kekuasaan militer dan segala 'kekuasaan yang dulu dipegang oleh Gubernur Jenderal (pada masa kekuasaan Belanda).
Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan ini, kekuasaan atas wilayah Indonesia dipegang oleh dua angkatan perang yaitu angkatan darat (Rikugun) dan angkatan laut (Kaigun). Masing-masing angkatan mempunyai wilayah kekuasaan. Dalam hal ini Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah kekuasaan yaitu:
a. Daerah Jawa dan Madura dengan pusatnya Batavia berada di bawah kekuasaan Rikugun.
b. Daerah Sumatera dan Semenanjung Tanah Melayu dengan pusatnya Singapura berada di bawah kekuasaan Rikugun. Daera Sumatera dipisahkan pada tahun 1943, tapi masih berada di bawah kekuasaan Rikugun.
c. Daerah Kalimantan, Sulawesi, Nusatenggara, Maluku, Irian berada di bawah kekuasaan Kaigun.
3. Organisasi Bentukan Jepang
Pasukan Jepang selalu berusaha untuk dapat memikat hati rakyat Indonesia. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar bangsa Indonesia memberi bantuan kepada pasukan Jepang. Untuk menarik simpati bangsa Indonesia maka dibentuklah orgunisasi resmi seperti Gerakan Tiga A, Putera, dan PETA.
Gerakan Tiga A, yaitu Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia, Nippon Pemimpin Asia. Gerakan ini dipimpin oleh Syamsuddin SH. Namun dalam perkembangan selanjutnya gerakan ini tidak dapat menarik simpati rakyat, sehingga pada tahun 1943 Gerakan Tiga A dibubarkan dan diganti dengan Putera.
Pusat Tenaga Rakyat (Putera) Organisasi ini dibentuk pada tahun 1943 di bawah pimpinan "Empat Serangkai", yaitu Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kiyai Haji Mas Mansyur. Gerakan Putera ini pun diharapkan dapat menarik perhatian bangsa Indonesia agar membantu pasukan Jepang dalam setiap peperangan yang dilakukannya. Akan tetapi gerakan Putera yang merupakan bentukan Jepang ini ternyata menjadi bume-rang bagi Jepang. Hal ini disebabkan oleh anggota-anggota dari Putera yang memiliki sifat nasionalisme yang tinggi.
Propaganda anti-Sekutu yang selalu didengung-dengungkan oleh pasukan Jepang kepada bangsa Indonesia ternyata tidak membawa hasil seperti yang diinginkan. Propaganda anti Sekutu itu sama halnya dengan anti imperialisme. Padahal Jepang termasuk negara imperialisme, maka secara tidak langsung juga anti terhadap kehadiran Jepang di bumi Indonesia. Di pihak lain, ada segi positif selama masa pendudukan Jepang di Indonesia, seperti berlangsungnya proses Indonesianisasi dalam banyak hal, di antaranya bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi, nama-nama di- indonesiakan, kedudukan seperti pegawai tinggi sudah dapat dijabat oleh orang-orang Indonesia dan sebagainya.
Pembela Tanah Air (PETA) PETA merupakan organisasi bentukan Jepang dengan keanggotaannya terdiri atas pemuda-pemuda Indonesia. Dalam organisasi PETA ini para pemuda bangsa Indonesia dididik atau dilatih kemiliteran oleh pasukan Jepang. Pemuda-pemuda inilah yang menjadi tiang utama perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia.
Tujuan awalnya pembentukan organisasi PETA ini adalah untuk memenuhi kepentingan peperangan Jepang di Lautan Pasifik. Dalam perkembangan berikutnya, ternyata PETA justru sangat besar manfaatnya bagi bangsa Indone¬sia untuk meraih kemerdekaan melalui perjuangan fisik. Misalnya, Jenderal Sudirman dan Jenderal A.H. Nasution adalah dua orang tokoh militer Indonesia yang pernah menjadi pemimpin pasukan PETA pada zaman Jepang. Namun karena PETA terlalu bersifat nasional dan dianggap sangat membahayakan kedudukan Jepang atas wilayah In¬donesia, maka pada tahun 1944 PETA dibubarkan. Berikut-nya Jepang mendirikan organisasi lainnya yang bernama Perhimpunan Kebaktian Rakyat yang lebih terkenal dengan nama Jawa Hokokai (1944). Kepemimpinan organisasi ini berada di bawah Komando Militer Jepang.
Golongan-golongan
Beberapa golongan yang terorganisir rapi dan menjalin hubungan rahasia dengan Bung Karno dan Bung Hatta. Golongan-golongan itu di antaranya:
a. Golongan Amir Syarifuddin
Amir Syarifuddin adalah seorang tokoh yang sangat anti fasisme. Hal ini sudah diketahui oleh Jepang, sehingga pada tahun 1943 ia ditangkap dan diputuskan untuk menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Namun, atas perjuangan diplomasi Bung Karno terhadap para pemimpin Jepang, Amir Syari¬fuddin tidak jadi dijatuhi hukuman mati, melainkan hukuman seumur hidup.
b. Golongan Sutan Syahrir
Golongan ini mendapatkan dukungan dari kaum terpelajar dari berbagai kota yang ada di Indonesia. Cabang-cabang yang telah dimiliki oleh golongan Sutan Syahrir ini seperti di Jakarta, Garut, Cirebon, Surabaya dan lain sebagainya.
c. Golongan Sukarni
Golongan ini mempunyai peranan yang sangat besar menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pengikut golongan ini seperti Adam Malik, Pandu Kerta Wiguna, Khairul Saleh, Maruto Nitimiharjo.
d. Golongan Kaigun
Golongan ini dipimpin oleh Ahmad Subardjo dengan anggota-anggotanya terdiri atas A.A. Maramis, SH., Dr. Samsi, Dr. Buntaran Gatot, SH., dan lain-lain. Golongan ini juga mendirikan asrama yang bernama Asrama Indonesia Merdeka dengan ketuanya Wikana. Para pengajarnya antara lain Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Syahrir dan lain-lain.
4. Perlawanan Rakyat Terhadap Jepang
Buruknya kehidupan rakyat mendorong timbulnya perlawanan-perlawanan rakyat di beberapa tempat seperti:
1. Pada awal pendudukan Jepang di Aceh tahun 1942 terjadi pemberontakan di Cot Plieng, Lhok Seumawe di bawah pimpinan Tengku Abdul Jalil. Pemberontakan ini dapat dipadamkan, dan dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1944 muncul lagi pemberontakan di Meureu di bawah pim¬pinan Teuku Hamid yang juga dapat dipadamkan oleh pasukan Jepang.
2. Karang Ampel, Sindang (Kabupaten Indramayu) tahun 1943 terjadi perlawanan rakyat di daerah itu kepada Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawannya, namun perlawanan ini berhasil ditindas oleh Jepang dengan sangat kejamnya.
3. Sukamanah (Kabupaten Tasikmalaya), tahun 1943 terjadi perlawanan rakyat di daerah itu kepada Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Haji Zaenal Mustafa. Dalam perlawanan ini Zaenal Mustafa berhasil mem-bunuh kaki-tangan Jepang. Dengan kenyataan seperti ini, Jepang melaku-kan pembalasan yang luar biasa dan melakukan pembunuhan massal terhadap rakyat.
4. Blitar, pada tanggal 14 Pebruari 1945 terjadi pemberontakan PETA di bawah pimpinan Supriyadi (putra Bupati Blitar). Dalam memimpin pemberontakan ini Supriyadi tidak sendirian dan dibantu oleh teman-temannya seperti dr. Ismail, Mudari, dan Suwondo. Pada pemberontakan itu, orang-orang Jepang yang ada di Blitar dibinasakan. Pemberontakan heroik ini benar-benar mengejutkan Jepang, terlebih lagi pada saat itu Jepang terus menerus mengalami kekalahan di dalam Perang Asia Timur Raya dan Perang Pasifik. Kemudian Jepang mengepung kedudukan Supri¬yadi, namun pasukan Supriyadi tetap mengadakan aksinya. Jepang tidak kehilangan akal, ia melakukan suatu tipu muslihat dengan menyerukan agar para pemberontak menyerah saja dan akan dijamin keselamatannya serta akan dipenuhi segala tuntutannya. Tipuan Jepang tersebut temyata berhasil dan akibatnya banyak anggota PETA yang menyerah. Pasukan PETA yang menyerah tidak luput dari hukuman Jepang dan beberapa orang dijatuhi hukuman mati seperti Ismail dan kawan-kawannya. Di samping, itu ada pula yang meninggal karena siksaan Jepang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pendudukan Jepang di bumi Indo¬nesia tidak dapat diterima. Jepang juga sempat mengadakan pembunuhan secara besar-besaran terhadap masyarakat dari lapisan terpelajar di daerah Kalimantan Barat. Pada daerah ini tidak kurang dari 20.000 orang yang menjadi korban keganasan pasukan Jepang. Hanya sebagian kecil saja yang dapat menyelamatkan diri dan lari ke Pulau Jawa. Setelah kekalahan-kekalahan yang dialami oleh Jepang pada setiap peperangannya dalam Perang Pasifik, akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada pasukan Sekutu.
5. Dampak Pendudukan Jepang bagi Bangsa Indonesia
Bidang Politik. Sejak masuknya kekuasaan Jepang di Indonesia, organisasi-organisasi politik tidak dapat berkembang lagi. Bahkan pemerintah pen¬dudukan Jepang menghapuskan segala bentuk kegiatan organisasi-organisasi, baik yang bersifat politik maupun yang bersifat sosial, ekonomi, dan agama. Organisasi-organisasi itu dihapuskan dan diganti dengan organisasi buatan )epang, sehingga kehidupan politik pada masa itu diatur oleh pemerintah Jepang, walaupun masih terdapat beberapa organisasi politik yang terus berjuang menentang pendudukan Jepang di Indonesia.
Bidang ekonomi. Pendudukan bangsa Jepang atas wilayah Indonesia sebagai negara imperialis, tidak jauh berbeda dengan negara-negara imperialisme lainnya. Kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia berlatar belakang masalah ekonomi, yaitu mencari daerah-daerah sebagai penghasil bahan mentah dan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industrinya dan mencari tempat pemasaran untuk hasil-hasil industrinya. Sehingga aktivitas perekonomian bangsa Indonesia pada zaman Jepang sepenuhnya dipegang oleh pemerintah Jepang.
Bidang pendidikan Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, kehidupan pendidikan berkembang pesat dibandingkan dengan pendudukan Hindia Belanda. Pemerintah pendudukan Jepang memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk mengikuti pendidikan pada sekolah-sekolah yang dibangun oleh pemerintah. Di samping itu, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa perantara pada sekolah-sekolah serta penggunaan nama-nama yang diindonesiakan. Padahal tujuan Jepang mengembangkan pendidikan yang luas pada bangsa Indonesia adalah untuk menarik simpati dan mendapatkan bantuan dari rakyat Indonesia dalam menghadapi lawan-lawannya pada Perang Pasifik.
Bidang kebudayaan Jepang sebagai negara fasis selalu berusaha untuk menanamkan kebudayaannya. Salah satu cara Jepang adalah kebiasaan menghormat ke arah matahari terbit. Cara menghormat seperti itu merupakan salah satu tradisi Jepang untuk menghormati kaisarnya yang dianggap keturunan Dewa Matahari. Pengaruh Jepang di bidang kebudayaan lebih banyak dalam lagu-lagu, film, drama yang seringkali dipakai untuk propa¬ganda. Banyak lagu Indonesia diangkat dari lagu Jepang yang populer pada jaman Jepang. Iwa Kusuma Sumantri dari buku "Sang Pejuang dalam Gejolak Sejarah" menulis "kebiasaan-kebiasaan dan kepercayaan-kepercayaan yang sangat merintangi kemajuan kita, mulai berkurang. Bangsa kita yang telah bertahun-tahun digembleng oleh penjajah Belanda untuk selalu 'nun inggih' kini telah berbalik menjadi pribadi yang berkeyakinan tinggi, sadar akan harga diri dan kekuatannya. Juga cara-cara menangkap ikan, bertani, dan lain-lain telah mengalami pembaharuan-pembaharuan berkat didikan yang diberikan Jepang kepada bangsa Indonesia, walaupun bangsa Indonesia pada waktu itu tidak secara sadar menginsafinya. Untuk anak-anak sekolah diberikan latihan-latihan olahraga yang dinamai Taiso, sangat baik untuk kesehatan mereka itu. Saya kira untuk kebiasaan sehari-hari yang tertentu (misalnya senin) bagi anak-anak sekolah maupun untuk para pegawai atau buruh untuk menghormati bendera kita (merah putih) serta pula menyanyi-kan lagu kebangsaan atau lagu-lagu nasional merupakan kebiasaaan yang diwariskan Jepang kepada bangsa Indonesia.
Bidang sosial Selama masa pendudukan Jepang kehidupan sosial masyarakat sangat memprihatinkan. Penderitaan rakyat semakin bertambah, karena sega-la kegiatan rakyat dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang dalam menghadapi musuh-musuhnya. Terlebih lagi rakyat dijadikan romusha (kerja paksa). Sehingga banyak jatuh korban akibat kelaparan dan penyakit.
Bidang birokrasi. Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia dipegang oleh kalangan militer, yaitu dari angkatan darat (rikugun) dan angkatan laut (kaigun). Sistem pemerintahan atas wilayah diatur berdasarkan aturan militer. Dengan hilangnya orang Belanda di pemerintahan, maka orang Indonesia mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih penting yang sebelumnya hanya bisa dipegang oleh orang Belanda. Termasuk jabatan gubernur dan walikota di beberapa tempat, tapi pelaksanaannya masih di bawah pengawasan Militer Jepang. Pengalaman penerapan birokrasi di Jawa dan Sumatera lebih banyak daripada di tempat-tempat lain. Namun, penerapan birokrasi di daerah penguasaan Angkatan Laut Jepang agak buruk.
Bidang militer Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia memiliki arti penting, khususnya dalam bidang militer. Para pemuda bangsa Indonesia diberikan pendidi-kan militer melalui organisasi PETA. Pemuda-pemuda yang tergabung dalam PETA inilah yang nantinya menjadi inti kekuatan dan penggerak perjuangan rakyat Indonesia mencapai kemerdekaannya.
Penggunaan Bahasa Indonesia. Berdasarkan pendapat Prof. Dr. A. Teeuw (ahli bahasa Indonesia berkebangsaan Belanda) menya-takan bahwa tahun 1942 merupakan tahun bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada waktu itu, bahasa Belanda dilarang penggunaannya dan digantikan dengan penggunaan bahasa Indonesia. Bahkan sejak awal tahun 1943 seluruh tulisan yang berbahasa Belanda dihapuskan dan harus diganti dengan tulisan berbahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia bukan hanya sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, tetapi telah diangkat menjadi bahasa resmi pada instansi-instansi pemerintah-an atau pada lembaga-lembaga pendidikan dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah tinggi. Bahasa Indonesia juga dijadikan sebagai bahasa penulisan yang tertuang pada hasil-hasil karya sastra bangsa Indonesia. Sastrawan-sastrawan terkenal pada masa itu seperti Armijn Pane dengan karyanya yang terkenal berjudul Kami Perempuan (1943), Djiiiak-djinak Merpati, Hantu Perempuan (1944), Saran^ Tidak Berharga (1945) dan sebagainya. pengarang-pengarang lainnya seperti Abu llanifah yang memakai nama samaran El Hakim dengan karya dramanya berjudul Taufan di atas Asia, Dewi Reni, dan Insan Kamil. Pada masa pendudukan Jepang, banyak karya seniman Indonesia yang hanya diterbitkan melalui surat kabar atau majalah dan setelah perang selesai baru diterbitkan sebagai buku.
Sementara itu juga terdapat penyair terkenal pada zaman pendudukan Jepang seperti Chairil Anwar yang kemudian mendapat gelar tokoh Angkatan 45. Karya-karya Chairil Anwar menjadi lebih terkenal karena karyanya itu muncul pada awal revolusi Indonesia, di antaranya yang ber¬judul Aku, Karawang-Bekasi dan sebagainya.

Cerita Sejarah Indonesia Di Jajah oleh Belanda

Pada saat Indonesia dijajah oleh Belanda selama 350 tahun yaitu sejak 1596-1942, kondisi masyarakat Indonesia saat itu sangatlah terpuruk dalam kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Para penjajah memonopoli dagang dengan harga yang sangat rendah atas hasil rempah- rempah rakyat yang kemudian dijual kembali dengan harga berpuluh- puluh kali lipat. Rakyat banyak yang dijual, bahkan dijadikan kuli di perkebunan Belanda/ budak belian.
Rempah- rempah Indonesia menjadi daya tarik bagi para penjajah untuk datang ke Indonesia. Dan untuk memperoleh rempah- rempah sebanyak mungkin, mereka melaksanakan sistem monopoli dalam perdagangan. Namun sistem monopoli perdagangan belum dapat memuaskan nafsunya, maka mereka berusaha menguasai Indonesia. Sebab, dengan kekuasaan yang diperoleh, mereka dapat berbuat sekehendak hatinya dan mendapatkan hasil yang maksimal. Sementara itu, pendidikan masyarakat Indonesia pun berjalan dengan sangat memprihatinkan. Penjajah tidak dapat menampung seluruh masyarakat Indonesia. Lembaga- lembaga pendidikan terbatas hanya pada kalangan atas seperti keluarga raja, para bupati, para pejabat tinggi kerajaan atau orang- orang kaya. Pelaksanaan pendidikan dilakukan hanya untuk memberikan pengetahuan agar rakyat dapat membaca dan menulis. Dan bagi mereka yang telah mengenyam pendidikan, hanya diperkerjakan pada perusahaan- perusahaan swasta asing

Sejarah, Indonesia dijajah 350 tahun


Sewaktu SD dulu masih teringat pada pelajaran sejarah yang mengatakan bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda selama 350 tahun dan Jepang 3,5 tahun. 350 tahun lebih bangsa kita ditindas oleh Belanda dan Jepang. Pernyataan bahwa bangsa kita dijajah selama 350 tahun itu seolah-olah menggambarkan bangsa kita bangsa yang lemah dan tidak melakukan perlawanan dalam melepaskan diri dari cengkeraman penjajah.
Pernyataan tersebut terus terang sampai saat ini masih tertanam dalam pikiran semua pelajar yang mendapat pelajaran tersebut. Dalam pikiran saya dan seluruh rakyat Indonesia tertanam stigma bahwa bangsaku pernah dijajah oleh Belanda selama 350 tahun dengan penderitaan yang digambarkan sangat luar biasa dan bangsa kita menjadi hamba di tanah airnya sendiri. Setelah lepas dari cengkraman Belanda, Bangsa Jepang malah memperlakukan bangsa Indonesia dengan lebih kejam dan sadis.
Namun, benarkah bangsa Indonesia dijajah selama 350 tahun..??
Para tetua dikampung saya (salah satu daerah di Sumatera) menceritakan bahwa mereka tidak terlalu merasakan penderitaan dijajah Belanda. Mereka melakukan perlawanan saat Belanda mulai masuk ke daerah tersebut awal abad ke 20 dan Belanda benar-benar berhasil menduduki daerah tersebut tahun 1912 setelah mereka melakukan perdamaian dengan penduduk setempat.
Namun Belanda tidak memperlakukan daerah tersebut sebagai daerah jajahan. Belanda malah membangun ekonomi di daerah tersebut dengan membuat perkebunan yang sangat luas juga pabrik-pabrik untuk memproses hasil perkebunan tersebut yang tentunya menciptakan lapangan pekerjaan dan memutar roda ekonomi masyarakat sampai saat ini.
Memang ada kerja paksa, tapi mereka mendatangkan pekerja paksa tersebut dari luar daerah Namun penderitaan memang dirasakan sewaktu dijajah Jepang yang hanya sekitar 3,5 tahun berkuasa namun telah menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan lebih parah dari Belanda.
Dari fakta sejarah tersebut, daerah tersebut hanya dijajah Belanda selama 30 tahun saja dan jepang 3,5 tahun. Total 33,5 tahun dan jauh sekali dari angka 350 tahun. Angka 350 tahun itu sendiri muncul berdasarkan 2 versi :
· Yang pertama menghitung sejak De Houtman bersaudara mendarat di Banten tahun 1552, itupun mereka baru melakukan penjajakan wilayah dan Banten hanyalah bagian kecil dari Wilayah Indonesia.
· Versi kedua menghitung dari waktu VOC mendirikan kantor dagangnya di Batavia tahun 1619, VOC sendiri adalah perusahaan swasta dan bukan representasi dari pemerintah Belanda. Waktu itupun Batavia wilayahnya hanya disekitar Pantai Utara Jakarta dan sangat kecil jika dibandingkan dengan luasnya wilayah nusantara.
Dari fakta sejarah tersebut diatas, tidaklah benar bahwa bangsa Indonesia dijajah oleh Bangsa Belanda selama 350 tahun. Pada kurun waktu tahun 1552 s/d tahun 1910 masih banyak daerah dan kerajaan di nusantara yang masih merdeka dan banyak pula daerah dan kerajaan yang melakukan perlawanan sengit terhadap Belanda.
Statemen yang mengatakan bahwa bangsa kita pernah dijajah selama 350 tahun sangat merendahkan bangsa kita dan melukai hati para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa dan raganya dalam menentang penjajahan Belanda tersebut. Hal ini juga membuat bangsa kita menjadi inferior dan rendah diri bila berhadapan dengan bangsa lain. Maka sudah seharusnya pernyataan itu harus dikoreksi dan dihapus dari buku pelajaran sejarah dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.
 Jangan lupa Kunjungi Juga ya